Segera Selesaikan Kasus Mei 1998 |
Pidana Umum |
Ditulis oleh Admin Kejari Jakarta Barat |
Minggu, 22 Mei 2011 17:13 |
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak Kejaksaan Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan pihaknya terkait pelanggaran HAM berat Mei 1998. Beberapa di antaranya adalah kasus penculikan aktivis-aktivis yang bahkan sudah terjadi sejak 1997, tertembaknya mahasiswa Trisakti pada demo Sidang Umum MPR 1998, peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, serta peristiwa kekerasan HAM lainnya menjelang pergantian kepemimpinan nasional 21 Mei 1998. Menurut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim di Jakarta, Kamis (12/5/2011), pihaknya telah menyerahkan laporan penyelidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Namun, selama enam tahun itu, baik korban maupun keluarga korban tidak mendapatkan titik terang penyelesaian kasus itu. "Kami ingin ingatkan kembali tanggung jawab pemerintah atas kasus ini. Sudah enam tahun itu diajukan dan sudah 13 tahun juga para korban dan keluarga menunggu. Enam tahun bukan berarti tidak ada komunikasi Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Kemandekan kasus ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi III DPR antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, tapi fasilitas dialog, tidak menghasilkan satu kemajuan yang berarti," tutur Ifdal Khasim di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. Ifdal menyebutkan, Kejaksaan Agung selalu beralasan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM itu tidak bisa dilakukan tanpa melalui pengadilan HAM ad hoc. "Menurut Jaksa Agung, untuk penyidikan diperlukan langkah hukum, menahan dan menyita, harus meminta pada pengadilan. Kalau pengadilan HAM belum terbentuk, di mana persetujuan langkah-langkah tersebut? Komnas HAM berpendapat berbeda dalam melakukan penyelidikan tidak perlu pengadilan ad hoc terlebih dahulu," katanya. Padahal, lanjutnya, terkait perdebatan pengadilan HAM ad hoc pada kasus Mei 1998 sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008. Mahkamah Konstitusi menyatakan, Kejaksaan Agung tidak perlu menunggu pengadilan tersebut. Dasar untuk menindak pelaku pelanggaran HAM berat bisa diambil baik dari hasil penyelidikan Komnas HAM maupun dari Kejaksaan Agung sendiri. "Ini (kasus Mei 1998) kembali belum terselesaikan karena Kejaksaan Agung menyatakan keputusan Mahkamah Konstitusi itu harus dimasukkan dalam undang-undang. Keputusan Mahkamah Konstitusi sudah seperti undang-undang, kan harusnya dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah. Harusnya langkah-langkah konkret ini sudah dilaksanakan Jaksa Agung," ucap Ifdal. |